Fulan menuruni anak tangga dengan sangat pelan. Bayangannya sudah mulai kabur. Pikirannya sudah tidak benar-benar bisa dikendalikan. Yang dia rasakan hanyalah pusing. Sesekali ia berhenti hanya untuk menepak-nepakkan pipinya yang manis merona itu. "Tidakk.. Errr. Jangan sekarang!! Kumohon!!", gerutu Fulan yang selanjutnya mencubit-cubit pipinya hingga terasa panas. Saat sampai di lantai 2 gedung H itu, Fulan kemudian berjalan menyusuri koridor berharap ada kursi kosong yang bisa ia tempati beberapa saat.
Fulan membanting badannya lemas. Ia sudah benar-benar kehilangan mungkin 75% kekuatannya. Yaa.. Apa boleh buat. Ini salahnya sendiri. Pagi tadi ia tidak sempat mengambil sarapan yang sudah disediakan mama untuknya. Kali ini ia benar-benar menyesal. Fulan memejamkan mata beberapa kali. Berharap ketika ia membuka mata, pandangannya tak lagi kabur.
"Permisi.. Apa yang sedang terjadi padamu?", terdengar suara laki-laki yang sepertinya bertanya padanya. Dengan segera Fulan membuka paksa matanya, membelalakkan matanya dan menjawab seolah tak terjadi apa-apa "Ah.. Ng.. Gak terjadi apa-apa.....". Laki-laki itu malah semakin bingung. Perempuan yang dia tanya menjawab tidak apa-apa sementara badannya gemetar dan berkeringat. "Ah yang benar? Sepertinya.. Kau sakit?", tanya laki-laki itu memastikan. Laki-laki itu membungkukkan badannya dan melihat wajah Fulan yang masih tertunduk kaku. Fulan sibuk dengan dirinya sendiri. Dan seketika Fulan pun jatuh pingsan.
***
Sofie membopong Fulan berjalan menuju kantin dan memesankan Fulan nasi soto. Fulan masih tak berdaya seraya bersender di kursinya. Sofie datang dengan segelas susu hangat. "Minum dulu lan. Biar kutebak. Pasti tadi pagi kamu lupa makan ya? Huhh". Fulan tersenyum dan berkata "Hehehh. Iya tadi buru-buru soalnya". Sofie tersenyum kesal karena kebiasaan Fulan yang buruk masih saja dilakukan.
"Untung aja tadi ada yang nolongin kamu terus dibawa ke ruang kesehatan. Coba kalo enggak.. Shhh". Fulan yang masih asik menyendoki kuah sotonya langsung tersentak. "Loh memangnya siapa yang menolongku tadi? Bukannya kau yang menolongku?". "Jelas bukan. Aku dikabarkan Santi kalo kamu ada di ruang kesehatan. Kata Santi kamu dibawa oleh seorang laki-laki tampan. Apa kau mengenalinya?". Fulan terdiam beberapa saat mencoba mencerna dengan baik perkataan yang baru didengarnya melalui mulut sahabatnya itu. Berfikir keras tentang laki-laki misterius yang menolongnya tadi siang. "Tampan? Hmmm", di fikiran Fulan ya hanya laki-laki itu yang tampan. Sehingga ia bingung laki-laki mana yang dimaksud. Yang ia tahu ia berharap laki-laki itulah yang menolongnya. Tapi.. Entahlahh...
Setelah merasa baikkan Fulan pun bergegas pulang bersama Sofie sebelum langit mulai meneteskan air-air nya. Ya.. langit sudah mulai mendung dan akan buruk jika Fulan masih berada di luar. "Ayo kita pulang fie". Sofie menyambut tangan Fulan dan mereka pun berjalan bersama menuju gerbang kampus.
Fulan dan Sofie masih berdiri di bibir jalan menanti bus yang lewat. Entah mengapa, sore ini serasa sulit sekali melihat bus yang lewat. Apa yang terjadi? Ng ng... Dan seketika mobil merah menepi dan kaca nya mulai terbuka. "Hey.. Kau sudah baikkan sekarang?", tanya seseorang yang berada di kursi pengemudi tersebut. Fulan tidak menggubrisnya karena tidak merasa kenal dengan pemilik mobil tersebut. "Hehh. laki-laki itu bertanya padamu, lan!", senggol Sofie. "Ah? Masa?". Fulan kemudian melihat siapa yang berada di balik kursi pengemudi itu. Dan ketika mata mereka saling bertemu, Fulan merasa jantungnya berdegup 3 kali lebih kencang. Laki-laki itu mengulang senyumannya karena ia hanya melihat Fulan menatapnya tanpa mengucapkan apapun. "Hey?", tanya nya lagi. "Kau lupa padaku, Fulan?". Fulan terkejut dan kemudian menjawab dengan nada gemetar "Oh.. Ya aku ingat. Aku baik-baik saja. Terimakasih"-"Sedang menunggu apa? Bus kah? Hari ini para supir bus sedang berdemo di depan kantor pemerintah. Percuma menunggu disitu. Mari masuk. Biar kuantar".
Fulan membantu sampai akhirnya Sofie mencubitnya. Sofie tahu bahwa Fulan sedang berada di luar kendali. Ya.. perempuan itu menyukainya, makanya bersikap begitu. "Terima saja, lan. Lumayan kan.." Fulan dan Sofie pun kemudian duduk di kursi penumpang. "Jadi, rumahmu dimana? Ah iya. Siapa temanmu ini?" Tanpa menunggu jawaban Fulan, Sofie pun menjawab, "Aku Sofie. Satu kelas dengan Fulan. Kamu siapa? Kok aku tidak tahu Fulan memiliki kenalan anak ekonomi ya.." sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Wah kau mengenali jurusanku?",-"Tentu. Aku mengenali jaket yang kau gunakan. Hhhh". Laki-laki itu tersenyum dan membelokkan stir nya ke arah kanan. Sementara Fulan masih menggigit bibirnya berharap ia bisa berbicara santai tanpa rasa gugup.
"Disini saja. Terimakasih sudah mengantar.", ucap Fulan agak sedikit ragu. Laki-laki itu menepikan mobilnya kemudian Fulan bergerak keluar bersama Sofie. "Terimakasih, kak", ucap Sofie sumringah. "Ya.. Kalau begitu aku duluan ya.. Bye". Laki-laki itu menancap gas dan bergerak menjauh dari pandangan kedua perempuan itu.
***