Fulan mengayuh sepedanya pelan. Pagi ini ia memiliki banyak energi untuk berolah-raga. Udara segar, tetesan embun di setiap dedaunan dan kicauan merdu burung-burung yang bertengger di dahan pohon membuat hati Fulan merasa sangat tenang. Sesekali ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan sambil tersenyum memandang sekitar.
Fulan menghentikan kayuhannya di atas sebuah bukit dimana ia bisa melihat kota Awan dengan jelas. Ditelannya beberapa tegukan jus jambu segar yang sebelumnya sudah ia buat di rumah. Semua terasa damai sampai akhirnya ponsel Fulan berbunyi. "Ya haloo.. hah? Yang benar? Baik aku kesana sekarang.. 15 menit !!" Fulan meraih sepedanya kasar dan mengayuhnya kencang menuruni bukit yang masih sepi dari lalu lalang kendaraan. Wajahnya memerah panas, panik, gemetaran. Ia hanya berharap bisa cepat sampai di rumahnya.
***
Fulan menatap cemas mamanya yang masih terbaring pingsan di sofa. Berkali-kali Fulan memijat kening mamanya dengan minyak angin namun mamanya masih belum sadarkan diri. Fulan duduk di lantai mematung memandangi mamanya. Sampai terdengar ledakan balon dari balik ruangan dan saat itulah Fulan melihat ayah dan kakanya menghampiri dengan iringan lagu ulang tahun dan sebuah kue ulangtahun besar. Lalu mamanya bangun dan ikut bernyanyi bersama ayah dan kakaknya. Seketika air mata Fulan terjatuh dan ia tersenyum kecut. "Aku dikerjai", sahutnya ketus disusul dengan pelukan hangat dari mamanya. "Selamat ulang tahun sayang..", mama mengecup manis kening Fulan dan diikuti oleh ayah dan kakaknya.
Fulan menatap cemas mamanya yang masih terbaring pingsan di sofa. Berkali-kali Fulan memijat kening mamanya dengan minyak angin namun mamanya masih belum sadarkan diri. Fulan duduk di lantai mematung memandangi mamanya. Sampai terdengar ledakan balon dari balik ruangan dan saat itulah Fulan melihat ayah dan kakanya menghampiri dengan iringan lagu ulang tahun dan sebuah kue ulangtahun besar. Lalu mamanya bangun dan ikut bernyanyi bersama ayah dan kakaknya. Seketika air mata Fulan terjatuh dan ia tersenyum kecut. "Aku dikerjai", sahutnya ketus disusul dengan pelukan hangat dari mamanya. "Selamat ulang tahun sayang..", mama mengecup manis kening Fulan dan diikuti oleh ayah dan kakaknya.
"Ha.. haa.. haaaa... Kau ini benar-benar lucu lan", goda Ridho. Fulan hanya bisa kikuk karena pagi ini ia benar-benar dibuat panik oleh keluarganya. "Jadi, kado apa yang kau inginkan dari ayah?, apa kau ingin pergi berlibur ke pulau bali?"-"Tidak yah.. Aku tidak menginginkan apa-apa kali ini. Aku hanya.......", desahnya pelan. "Aiihhh ternyata dugaanku benar. Adik kecilku ini sedang jatuh cinta rupanya!!", goda Ridho sambil terkekeh-kekeh. Fulan hanya menatap kosong kakaknya. "Baiklahh... hari ini kita akan pergi bertamasya karena esok aku harus kembali ke Jayasaka !!! Ayo segera bersiap adik manisku yang sedang jatuh cintaa. Hehhheh". Fulan hanya menatap geram kakaknya yang tidak berhenti meledeknya. "Sudah-sudah ayo segera bersiap-siap semuanya. Kita akan berangkat satu jam lagi.." ayah menambahkan. Semua orang rumah mulai sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Mama sibuk menyiapkan makanan di meja makan, Ayah sibuk memeriksa kondisi mobil, Ridho sibuk melist barang-barang yang harus ia bawa kembali ke pulau tempatnya bekerja, sementara Fulan sibuk memandangi dirinya di cermin dan membiarkan air kran wastafel kamar mandinya tetap mengalir.
Fulan tidak pernah bisa lepas dari fantasinya mengenai laki-laki itu. Kemanapun ia pergi, apapun yang ia lakukan, hanya ada satu bayangan subjek tetap yang selalu ada di dalam pikirannya. Ini memang pertama kali baginya Fulan merasa simpatik terhadap seseorang sampai-sampai ia harus menghabiskan banyak waktunya untuk memikirkan orang tersebut. Tiba-tiba Fulan tersentak dari lamunan panjang yang entah apa ketika kakaknya memanggil namanya keras.
"Apa yang masih kau lakukan? Ayo kita pergi!!!", terdengar suara kakaknya dari ruangan bawah. "Baik aku segera kesanaaaa!!!", sembari menutup kran wastafel dan meraih tas tangannya di atas kasur kemudian berlari ke bawah. Ridho memerhatikan langkah Fulan yang menuruni tangga dengan cepat kemudian mengusap-usap dagunya dan berkata "Kau itu hobi ya berlari menuruni tangga?? Tidak takut jatuh apa!!! Hati-hatilah menjadi wanita, jangan rusuh begitu -___-". Fulan hanya terkekeh dan berlari masuk ke dalam mobil. Setelah memastikan seluruh kabel listrik telah dicabut dan seluruh lemari terkunci, Ridho pun mengunci pintu rumah dan menaiki mobil.
***
Fulan tidak pernah bisa lepas dari fantasinya mengenai laki-laki itu. Kemanapun ia pergi, apapun yang ia lakukan, hanya ada satu bayangan subjek tetap yang selalu ada di dalam pikirannya. Ini memang pertama kali baginya Fulan merasa simpatik terhadap seseorang sampai-sampai ia harus menghabiskan banyak waktunya untuk memikirkan orang tersebut. Tiba-tiba Fulan tersentak dari lamunan panjang yang entah apa ketika kakaknya memanggil namanya keras.
"Apa yang masih kau lakukan? Ayo kita pergi!!!", terdengar suara kakaknya dari ruangan bawah. "Baik aku segera kesanaaaa!!!", sembari menutup kran wastafel dan meraih tas tangannya di atas kasur kemudian berlari ke bawah. Ridho memerhatikan langkah Fulan yang menuruni tangga dengan cepat kemudian mengusap-usap dagunya dan berkata "Kau itu hobi ya berlari menuruni tangga?? Tidak takut jatuh apa!!! Hati-hatilah menjadi wanita, jangan rusuh begitu -___-". Fulan hanya terkekeh dan berlari masuk ke dalam mobil. Setelah memastikan seluruh kabel listrik telah dicabut dan seluruh lemari terkunci, Ridho pun mengunci pintu rumah dan menaiki mobil.
***