- Aku sudah di depan kampusmu -
Fulan segera merapikan barang-barangnya kedalam tas dan keluar dari kelasnya. Ia setengah berlari menuju gerbang kampusnya dan mendapati seorang pria tinggi berjaket hijau army yang sedang menunggunya di atas sepeda motor. "Ciko!!", teriak Fulan sambil melambai-lambaikan tangannya. Fulan pun menyeberang jalan dan menghampiri Ciko. Ciko tersenyum lalu memberikan helm kepada Fulan. "Makan siang dulu yuk. Bagaimana?", tanya Ciko ramah. "Hmm.. Baiklahh.. Makan apa kita siang ini?", Fulan menjawabnya dengan nada girang.
Siang itu Ciko membawa Fulan ke sebuah restoran seafood yang berada di tengah kota. Fulan memilih kepiting lada hitam kesukaannya, sementara Ciko memesan sup ikan kakap. "Bagaimana presentasimu?", tanya Ciko setelah menelan beberapa tegukan lemon tea nya. "Menurutmu bagaimana?", Fulan tersenyum simpul. "Ahh.. Aku percaya pasti berjalan sukses. Ya kan?"-"Tentu sajaaaa!!!", Fulan pun terlihat begitu sumringah. "Sepertinya hari ini kau sangat lelah? Apa kau merasa sangat lapar?", Ciko mulai meledek. "Haha aku lapar. Tadi pagi aku tidak sempat sarapan hihi :D", Fulan menggigit bibirnya. "Ah kau ini. Kebiasaan -__-".
Setelah makan siang Ciko pun mengantarkan Fulan pulang lalu kembali ke kantornya karena jam makan siangnya sudah habis. Ciko bekerja di sebuah perusahaan swasta yang letaknya tidak jauh dari kampus Fulan. "Terimakasih banyak.. Hati-hati :)", Fulan melambaikan tangannya sampai Ciko benar-benar menghilang dari hadapannya.
***
"Sudah makan siang, sayang?", ibu Fulan menyambut anak bungsunya itu dengan sangat hangat. "Sudah mam, tadi bersama Ciko"-"Ohhh.. Baiklahh.. Sepertinya hubungan kalian makin dekat?", Ibu Fulan mulai menggoda Fulan. "Ahhh mama bisa aja. Kami hanya teman biasa, kok", kemudian Fulan berjalan menaiki tangga menuju kamar tidurnya.
Fulan menutup pelan pintu kamarnya sambil mencoba mencerna apa yang ibunya katakan di pintu depan tadi. "Haiiihhhhh kita cuma teman! Berpikir apa sih aku ini!!!", dan menutup pintu dengan keras. Sebenarnya bukan karena Fulan tidak menyukai Ciko. Tapi... Ada sedikit masalah.... Itu..........
Fulan membuka buku epigrafinya dan mulai mempelajari lekukan-lekukan huruf kuno. Epigrafi adalah mata kuliah tersulit bagi Fulan. Ia selalu kesulitan dalam menerjemahkan kode-kode rahasia yang terdapat dalam prasasti. Namun itu tidak begitu saja membuat Fulan patah semangat. Ia yakin ia bisa menjadi seperti ayahnya, bahkan lebih hebat. Ia memiliki mimpi untuk berkeliling dunia menemukan peninggalan-peninggalan di masa lalu.
4 jam sudah Fulan berkutat dengan buku yang memiliki tebal 7cm itu. Hari sudah sore dan Fulan segera mandi karena ia takut penyakitnya kambuh jika mandi terlalu sore. Ia membasuh muka nya dan tiba-tiba pikirannya tertuju pada seorang laki-laki. Yaa... laki-laki yang selalu ada di pikirannya kemanapun Fulan pergi. Entahlah.....
***
Setelah makan siang Ciko pun mengantarkan Fulan pulang lalu kembali ke kantornya karena jam makan siangnya sudah habis. Ciko bekerja di sebuah perusahaan swasta yang letaknya tidak jauh dari kampus Fulan. "Terimakasih banyak.. Hati-hati :)", Fulan melambaikan tangannya sampai Ciko benar-benar menghilang dari hadapannya.
***
"Sudah makan siang, sayang?", ibu Fulan menyambut anak bungsunya itu dengan sangat hangat. "Sudah mam, tadi bersama Ciko"-"Ohhh.. Baiklahh.. Sepertinya hubungan kalian makin dekat?", Ibu Fulan mulai menggoda Fulan. "Ahhh mama bisa aja. Kami hanya teman biasa, kok", kemudian Fulan berjalan menaiki tangga menuju kamar tidurnya.
Fulan menutup pelan pintu kamarnya sambil mencoba mencerna apa yang ibunya katakan di pintu depan tadi. "Haiiihhhhh kita cuma teman! Berpikir apa sih aku ini!!!", dan menutup pintu dengan keras. Sebenarnya bukan karena Fulan tidak menyukai Ciko. Tapi... Ada sedikit masalah.... Itu..........
Fulan membuka buku epigrafinya dan mulai mempelajari lekukan-lekukan huruf kuno. Epigrafi adalah mata kuliah tersulit bagi Fulan. Ia selalu kesulitan dalam menerjemahkan kode-kode rahasia yang terdapat dalam prasasti. Namun itu tidak begitu saja membuat Fulan patah semangat. Ia yakin ia bisa menjadi seperti ayahnya, bahkan lebih hebat. Ia memiliki mimpi untuk berkeliling dunia menemukan peninggalan-peninggalan di masa lalu.
4 jam sudah Fulan berkutat dengan buku yang memiliki tebal 7cm itu. Hari sudah sore dan Fulan segera mandi karena ia takut penyakitnya kambuh jika mandi terlalu sore. Ia membasuh muka nya dan tiba-tiba pikirannya tertuju pada seorang laki-laki. Yaa... laki-laki yang selalu ada di pikirannya kemanapun Fulan pergi. Entahlah.....
***